Pages

Monday, December 17, 2018

Dhani Tuding Pasal ITE Sengaja untuk Kepentingan Politik

Jakarta, CNN Indonesia -- Ahmad Dhani Prasetyo menuding pengadaan pasal ujaran kebencian dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tranksaksi Elektronik (UU ITE) sengaja dibuat untuk kepentingan politik.

Dia juga menyatakan jika kasus ujaran kebencian yang menjeratnya sebagai terdakwa merupakan kasus politik murni.

Hal tersebut dinyatakan Dhani saat membacakan nota pembelaan alias pleidoi atau pembelaannya sebagai terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/12).


Dhani mengklaim pihaknya telah melakukan riset di hampir semua pengadilan negeri di Indonesia dan mendapati belum ada terdakwa yang diputus bersalah atas ujaran kebencian tanpa subjek hukum yang jelas.

"Majelis hakim yang mulia, kita patut curiga jangan-jangan UU ITE Pasal ujaran kebencian ini dibuat di tahun politik hanya untuk memasung aktivis dari kegiatan-kegiatan berdemokrasi, karena hampir semua korbannya adalah aktivis yang tidak prorezim sedangkan mereka yang prorezim tidak tersentuh oleh UU ITE ujaran kebencian ini," tuturnya.

Dhani pun memaparkan tudingan tersebut berdasarkan dari jeratan kasus yang dialaminya. Menurut Dhani, jaksa penuntut umum tidak dapat menyebutkan kelompok mana yang telah dinistakan olehnya.

"Maka dari itu kepada mejelis hakim yang terhormat kasus ini adalah kasus politik murni, bukan kasus hukum murni, buktinya JPU pun enggak bisa membuktikan suku mana yang saya hina, agama mana yang saya nistakan, ras mana yang saya lecehkan, keturunan mana yang saya hina? Tidak ada," tutur politikus Partai Gerindra tersebut.

Dhani pun memaparkan dugaan kasusnya dipolitisasi dengan sejumlah hal lainnya. Dia mengaku salah seorang polisi yang menangani kasusnya meminta maaf dan menegaskan bahwa hanya menjalankan tugas dari atasan.

Alasan lainnya, Dhani menyebutkan, salah satu jaksa juga meminta maaf dan mengakui kasus tersebut hanya politisasi. Pernyataan itu diterima Dhani saat dirinya menjalani pemberkasan tahap dua di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Selanjutnya, Dhani menyebutkan salah satu saksi ahli ITE dari Kemenkominfo yang mengatakan jika tidak ada subjek hukum yang jelas, tidak ada kasus hukum. Namun saksi tersebut justru tidak diizinkan untuk memberikan kesaksian di pengadilan.

"Tapi sayangnya ahli hukum ITE ini tidak diberi izin oleh Kemenkominfo, karena kami sudah memberikan surat permohonan untuk dihadirkan sebagai saksi di pengadilan negeri Jakarta dan Menkominfo tidak memberikan izinnya untuk hadir di PN Jaksel tanpa ada alasan yang jelas, ini yang saya duga juga politis," tuturnya.

Kasus ini bermula dari laporan yang diajukan Jack Boyd Lapian. Jack yang mengklaim sebagai pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melaporkan unggahan Dhani di akun Twitter @AHMADDHANIPRAST.

Dalam akun tersebut terdapat unggahan Dhani berisi 'Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya -ADP.'

Dhani didakwa dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jaksa Penuntut Umum menuntut supaya Dhani dihukum dua tahun penjara. Dhani dinilai telah memenuhi unsur pasal yang didakwakan kepadanya.

(gst/kid)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2BneAu3
December 18, 2018 at 04:47AM from CNN Indonesia https://ift.tt/2BneAu3
via IFTTT

No comments:

Post a Comment