Pages

Wednesday, November 20, 2019

Mourinho dan Tottenham, Dua Sosok Terluka Saling Jatuh Cinta

Jakarta, CNN Indonesia -- Jose Mourinho terluka, begitu juga halnya dengan Tottenham Hotspur. Keduanya saling jatuh cinta dan berusaha bangkit bersama.

Jose Mourinho berada di titik rendah dalam kariernya sebagai arsitek dalam hampir dua dekade terakhir. Setelah mengantar FC Porto jadi juara Liga Champions pada 2003, hanya ada satu jalan yang dilalui oleh Mourinho, yaitu naik ke atas.

Mourinho sukses melewati tantangan-tantangan yang ada di hadapannya. Ketika ia ditantang mengubah nasib Chelsea, Mourinho sukses melakukannya dengan sangat baik.

Chelsea jadi penguasa Liga Inggris dan 'The Special One' adalah peletak pondasi utama 'The Blues' yang tetap kokoh jadi tim besar hingga saat ini.

Ketika ditantang jadi pelatih Inter Milan, Mourinho juga mampu menuntaskan tantangan dengan sempurna. Inter Milan jadi tim Italia pertama yang meraih treble.

Jose Mourinho ditunjuk jadi pelatih Tottenham setelah beberapa jam Mauicio Pochettino dipecat. (Jose Mourinho ditunjuk jadi pelatih Tottenham setelah beberapa jam Mauicio Pochettino dipecat. (AFP PHOTO / Nikolay DOYCHINOV)
Sukses di Inter mengantar Mourinho dipinang Real Madrid. Mourinho terus konsisten menyumbang gelar ketika berada di Real Madrid, kembali ke Chelsea, dan pindah ke Manchester United. Mourinho adalah jaminan gelar juara, bahkan ketika ia bergabung dengan Manchester United yang tengah dalam kondisi porak-poranda.

Setelah dipecat dari MU, Mourinho tak pernah kekurangan tawaran dari klub-klub besar Eropa. Paris Saint-Germain disebut sebagai salah satu klub yang sempat serius meminangnya.

[Gambas:Video CNN]
Meski reputasi sebagai juru racik Mourinho masih tinggi, pria asal Portugal itu sendiri ada di titik rendah dalam kariernya saat ini.

Mourinho dipecat Manchester United karena dianggap tak bisa mengangkat 'Setan Merah'. Bukan hanya sekadar urusan hasil di lapangan, Mourinho dianggap tidak bisa mempertahankan keharmonisan ruang ganti.

Ada sejumlah pemain yang dianggap memberontak dan tidak menyukai Mourinho secara terang-terangan. Ini adalah kali kedua secara beruntun Mourinho tidak mampu menyatukan ruang ganti karena ia juga mendapat pemberontakan di fase keduanya di Chelsea.

Mauricio Pochettino dipecat Tottenham. (Mauricio Pochettino dipecat Tottenham. (ANDREJ ISAKOVIC / AFP)

Di lain tempat, Tottenham Hotspur adalah sisi yang berlawanan dengan Mourinho. Bila Mourinho bergelimang gelar, Tottenham justru miskin gelar.

'The Lilywhites' telah melakukan berbagai cara tetapi trofi terakhir yang mereka punya di lemari berasal dari Piala Liga di 2008.

Dalam beberapa musim terakhir, Tottenham sudah sukses menjelma jadi tim besar. Mereka punya performa yang konsisten dan stabil di tiap tahun.

Namun performa konsisten dan langganan posisi empat besar tidak berujung trofi di akhir musim. Manajemen Tottenham tidak silau dengan performa Tottenham yang sering mengundang pujian.

Bagi Daniel Levy, trofi adalah harga mati. Karena hanya trofi yang bakal jadi cerita abadi dalam sejarah Tottenham hingga bertahun-tahun ke depan.

Pemecatan Pochettino tentu masuk dalam kategori tindakan sewenang-wenang bila menilik kerja keras pelatih Argentina itu menyusun skuat yang bisa mengimbangi tim-tim dengan modal besar di Liga Inggris.

Tetapi langkah manajemen memecat Pochettino dan merekrut Mourinho juga bisa dibilang langkah penyelamatan.

Mourinho dan Tottenham, Dua Sosok Terluka Saling Jatuh Cinta
Pemain-pemain yang mulai menjelma jadi bintang di Tottenham terus digoyang oleh penawaran dari klub-klub lain. Bila Tottenham terus-menerus tak mendapat gelar, para pemain punya alasan kuat untuk memilih pergi.

Merekrut Mourinho bisa jadi jawaban awal untuk mencegah eksodus besar-besaran. Dengan kehadiran Mourinho, manajemen bisa meyakinkan pemain bahwa Tottenham tengah menggarap proyek serius di masa depan.

Mourinho bisa membuat para pemain mendapat keyakinan untuk bertahan dan berpikir ulang untuk menerima tawaran dari luar.

Dari sisi Mourinho, Tottenham adalah tim terburuk yang ia tangani dari segi materi tim dalam kariernya dalam dua dekade terakhir. Tottenham tidak sementereng Chelsea, Inter Milan, Real Madrid, dan Manchester United.

Bahkan hal itu bisa diperparah bila Mourinho tidak mendapatkan dana belanja sebesar yang ia inginkan untuk membangun tim seperti ketika ia membangun Chelsea tahun 2004 lalu.

Namun Mourinho sepertinya juga butuh pembuktian. Mourinho ingin memberi penegasan bahwa ia tetap layak jadi juru racik papan atas.

Sebagai pelatih yang penuh perhitungan, Mourinho sudah melihat potensi maksimal yang bisa ditampilkan Tottenham. Permainan Tottenham yang mengandalkan kolektivitas tim juga sejalan dengan skema sepak bola yang selalu diinginkan Mourinho.

Mourinho tengah terpuruk. Tottenham juga sedang terjatuh. Keduanya kini bakal berusaha bergandengan tangan untuk bangkit bersama. (bac)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2OAG5a6
November 21, 2019 at 02:02PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2OAG5a6
via IFTTT

No comments:

Post a Comment