"Dengan kebijakan tersebut, minat masyarakat akan makin turun menggunakan angkutan umum dan memilih menggunakan kendaraan pribadi, apalagi dengan stimulus DP nol persen," kata Tulus melalui keterangan resminya kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/1).
OJK, dikatakan YLKI telah membuat langkah mundur dalam konteks manajemen transportasi publik dan keselamatan berlalu lintas. Tulus pun menduga aturan tersebut erat kaitannya dengan intervensi industri otomotif.
Kata Tulus aturan DP nol persen untuk kendaraan bisa mengakibatkan penjualan kendaraan bermotor meningkat tajam, khususnya roda dua, dan ini akan mengakibatkan tingkat kecelakaan lalu lintas makin tinggi, dan bahkan akan memicu pemiskinan baru.
"Karena menurut data BPS, kredit sepeda motor telah memicu kemiskinan khususnya rumah tangga miskin, karena banyak rumah tangga miskin terjerat kredit macet sepeda motornya," ungkapnya.
Seperti diketahui Jokowi sebelumnya mengeluhkan dampak dari kemacetan di kawasan Jakarta dan sekitarnya yang menyebabkan Rp100 triliun menguap setiap tahun akibat macet yang tidak berkesudahan.Jokowi menginginkan agar transportasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) bisa segara terintegrasi. Hal itu, katanya, untuk mendorong masyarakat beralih dari penggunaan kendaraan pribadi.
Sementara OJK, diketahui baru saja merilis aturan baru yang diprediksi sangat memudahkan masyarakat untuk mencicil kendaraan tanpa DP melalui Peraturan OJK No. 35/POJK.05/2018, tertanggal 27 Desember 2018.
Di sisi lain, YLKI mengindikasi bahwa sebagai regulator OJK tidak netral dan berlaku tak obyektif. Sebab, Tulus menjelaskan aturan baru ini sarat kepentingan industri leasing.
"Dan kami tahu seluruh operasional kelembagaan OJK dipasok industri finansial, yakni perbankan, leasing, asuransi. Keluarnya POJK dari sisi logika kebijakan publik sangat kental diintervensi industri leasing, karena sangat menguntungkan industri leasing," ujar Tulus.
Oleh sebab itu YLKI mendesak OJK untuk membatalkan aturan DP nol persen mobil dan motor. Tulus juga meminta agar biaya operasional OJK berasal dari APBN, bukan dari industri finansial."Agar OJK obyektif tidak lembek seperti sekarang, ketika berhadapan dengan industri finansial," ujar Tulus.
Berdasarkan peraturan tersebut, perusahaan pembiayaan yang memiliki rasio pembiayaan bermasalah (Nonperforming Financing/NPF) netto lebih rendah atau sama dengan satu persen dapat menerapkan ketentuan uang muka untuk seluruh jenis, baik motor dan mobil, sebesar nol persen.
Namun, bagi perusahaan dengan NPF netto berkisar di atas 1 persen dan di bawah 3 persen, wajib menerapkan DP untuk motor dan mobil sebesar 10 persen. Kemudian, perusahaan dengan NPF netto di atas 3 persen hingga di bawah 5 persen, wajib menerapkan uang muka untuk seluruh jenis kendaraan bermotor sebesar 15 persen.
Sementara itu, perusahaan pembiayaan dengan NPF netto sebesar 5 persen wajib memenuhi ketentuan uang muka untuk kendaraan bermotor roda dua atau tiga, serta roda empat atau lebih untuk pembiayaan investasi paling rendah 15 persen, serta kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk pembiayaan multiguna paling rendah 20 persen.
Sedangkan perusahaan pembiayaan dengan NPF netto di atas 5 persen wajib memenuhi ketentuan uang muka untuk kendaraan bermotor roda dua atau tiga, serta roda empat atau lebih untuk pembiayaan investasi paling rendah 20 persen, serta kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk pembiayaan multiguna paling rendah 25 persen. Perusahaan itu tidak diperbolehkan menerapkan aturan DP kendaraan nol persen. (ryh/mik)
http://bit.ly/2FruNTH
January 14, 2019 at 07:02PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2FruNTH
via IFTTT
No comments:
Post a Comment