Matahari adalah salah satu dari 100 miliar lebih bintang di Bima Sakti. Matahari mengorbit sekitar 25.000 tahun cahaya dari inti galaksi, menyelesaikan satu kali revolusi setiap 250 juta tahun bahkan lebih.
Matahari terletak di jantung tata surya dan menjadi objek terbesar. Jika dilihat dari Bumi, Matahari akan tampak sangat kecil, padahal sesungguhnya ukuran Matahari sangat besar. Matahari memegang 99,8 persen dari massa tata surya dan kira-kira 109 kali diameter Bumi atau sekitar satu juta Bumi menyamai satu Matahari.
Jarak Bumi ke Matahari adalah 93 juta mil. Diperlukan 8 menit 19 detik untuk sinar Matahari sampai melalui ruang dan menyinari planet yang kita huni. Menurut NASA, jika mungkin untuk melakukan penerbangan dengan pesawat sampai menuju Matahari, perjalanan itu akan memakan waktu 26 tahun.
Sejak dulu selalu kita selalu diajarkan bahwa pusat tata surya adalah Matahari. Lantas mengapa Matahari yang dipilih menjadi pusat tata surya kita? Mengapa bukan planet atau benda langit lain yang menjadi pusatnya?
Orang yang pertama kali mengatakan bahwa Matahari adalah pusat tata surya adalah Aristarchus of Samos. Ia berargumen klaim Matahari sebagai pusat tata surya bukanlah tanpa alasan.
Tata surya kita terdiri atas banyak bintang, salah satunya Matahari. Matahari adalah bintang yang memiliki massa dan gravitasi terbesar dibandingkan bintang-bintang lainnya. Sehingga Matahari bisa membuat planet-planet dan benda langit lainnya bergerak mengitari orbitnya.
Dengan kata lain, gravitasi yang dimiliki Matahari membuat seluruh planet tetap dalam orbit masing-masing. Alasan mendasar inilah yang membuat Matahari menjadi pusat tata surya.
Matahari menarik planet-planet dengan gaya gravitasinya yang besar sehingga mereka mengitari Matahari sesuai dengan orbitnya.
Di sisi lain planet-planet ini juga memiliki gaya gravitasi yang sama sehingga terjadi gaya tarik-menarik antara Matahari dan planet-planet yang disebut gaya sentripetal dan gaya sentrifugal.
Peran Matahari sebagai pusat tata surya begitu berpengaruh besar dalam keseimbangan tata surya. Jika tak ada Matahari, planet-planet serta berbagai benda langit lainnya akan bergerak lurus tanpa arah. Selain itu, panas yang dihasilkan Matahari menghadirkan suhu yang ideal bagi planet-planet yang ada dalam dalam tata surya.
Sejarah dan pengamatan Matahari
Dikutip dari Space, pada zaman dulu budaya kuno sering memodifikasi formasi batu alam atau membangun monumen batu untuk menandai gerakan Matahari dan bulan, memetakan musim, membuat kalender, dan memantau gerhana.
Banyak yang percaya bahwa Matahari yang sebenarnya merupakan pusat tata surya ini berputar mengelilingi Bumi. Teori tersebut sebagai model geosentris yang dipopulerkan oleh seorang astronom Yunani kuno Ptolemaeus (Claudius Ptolemy) pada 150 SM.
[Gambas:Instagram]
Kemudian, pada 1543, astronom Polandia Nicolaus Copernicus mematahkan teori geosentris yang menyatakan bahwa Bumi sebagai pusat alam semesta. Ia menggambarkan model tata surya heliosentris yang berpusat pada Matahari. Kemudian pada 1610, penemuan bulan-bulan Jupiter di Galileo oleh Galileo mengungkapkan bahwa tidak semua benda langit mengelilingi Bumi.
Meskipun begitu, teori heliosentris ini juga tak sepenuhnya benar karena Matahari hanyalah pusat tata surya. Dengan demikian, matahari menjadi pusat orbit planet-planet, asteroid, komet, dan batuan serta debu yang menjadi anggota tata surya lainnya.
Selain Matahari, masih banyak bintang lain yang memiliki orbitnya sendiri sehingga tak mengelilingi Matahari. Pada akhirnya Matahari dan ratusan miliar bintang lainnya tak akan diam, tetapi mengorbit pada pusat galaksi.
Formasi dan evolusi
Matahari diperkirakan ada sejak sekitar 4,6 miliar tahun lalu. Banyak ilmuwan memprediksi Matahari terbentuk dari awan gas dan debu yang berputar raksasa yang dikenal sebagai nebula Matahari.
Ketika nebula runtuh karena gravitasinya, nebula itu berputar lebih cepat dan menjadi cakram. Sebagian besar elemennya ditarik ke tengah sehingga membentuk Matahari. Yang membuat Matahari dapat bertahan seperti sekarang hingga berusia 5 miliar tahun karena memiliki cukup bahan bakar nuklir di dalamnya.
[Gambas:Youtube]
Struktur
Matahari terbagi menjadi 3 zona yakni inti, zona radiasi, dan zona konvektif. Sementara atmosfer Matahari antara lain fotosfer, kromosfer, daerah transisi, dan korona sebagai lapisan terluar.
Inti Matahari terletak dari pusat hingga seperempat bagian menuju permukaannya. Meskipun hanya membentuk sekitar 2 persen dari volume Matahari, namun kepadatannya hampir 15 kali timbal. Kemudian zona radiasi, yang membentang dari inti hingga 70 persen dari jalan menuju permukaan Matahari dan membutuhkan jutaan tahun untuk menembus ke kedalaman intinya.
Komposisi
Matahari dipotret dengan tiga gelombang (Foto: Dok. NASA)
|
Sama seperti kebanyakan bintang lainnya, Matahari sebagian besar terdiri atas hidrogen dan helium. Kemudian unsur kecil lainnya terdiri atas oksigen, karbon, neon, nitrogen, magnesium, besi, dan silikon. Massa Matahari yang sangat besar itu disatukan oleh gaya tarik gravitasi, menghasilkan tekanan yang luar biasa pada intinya yang mencapai 3.000 kali lebih kuat dari medan Bumi.
Merujuk The Planets, ternyata Matahari bukanlah benda langit yang unik dan satu-satunya. Faktanya, Matahari merupakan salah satu dari triliunan bintang di alam semesta. Matahari diklasifikasikan sebagai bintang katai kuning (yellow dwarf) yang merupakan bintang urutan utama. Bintang katai kuning memiliki ciri suhu permukaan antara 5.000 dan 5.700 derajat Celsius (setara 9.000 dan 10.300 derajat Fahrenheit).
Nah, suhu pada permukaan Matahari atau fotosfer berkisar 10.000 derajat Fahrenheit, sedangkan suhu inti sekitar 27 juta derajat Fahrenheit (15 juta derajat Celsius)--40.000 kali lebih panas dari air mendidih.
Energi yang dihasilkan dalam inti menghasilkan semua panas dan cahaya yang kita terima di Bumi. Menurut NASA, untuk menyamai energi yang dihasilkan oleh Matahari, kita perlu meledakkan 100 miliar ton dinamit per detik.
Nasib Matahari di masa depan
Melansir Huffington Post, Matahari yang kini berusia sekitar 4,6 miliar tahun sudah hampir separuh jalan hidupnya. Bintang seperti Matahari diperkirakan bersinar selama 10 hingga 20 miliar tahun.
Matahari yang masuk dalam fase tua kemudian akan menjadi bintang raksasa merah. Lapisan luarnya mengembang dan tumpah. Diameter Matahari akan membesar dan diperkirakan mencapai jarak orbit Bumi.
Ini alasannya ketika Matahari menjadi raksasa merah disebut akan menelan Bumi. Sebab saat Matahari membengkak ke diameter maksimum, ia dapat menelan planet-planet terestrial seperti Merkurius, Venus, dan Bumi, atau setidaknya mendorong sisa-sisa dari planet-planet ini ke arah luar orbit. Pada titik itu Matahari bakal membentang 150 kali dari ukurannya saat ini.
[Gambas:Youtube]
Itulah fakta mengenai Matahari yang menjadi pusat tata surya sekaligus pusat keseimbangan dalam kehidupan. Matahari memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan kita.
Tumbuhan tak akan bisa melakukan fotosintesis, manusia kehilangan sumber daya utama, dunia menjadi gelap gulita, planet-planet tak akan berjalan sesuai orbitnya, alam semesta ini bisa jadi tak beraturan tanpanya.
Jadi tak perlu lagi mengeluh dan mengaduh karena kepanasan terkena terik Matahari. Kita harus tetap bersyukur masih bisa melihat Matahari bersinar seperti biasa. Terik dan panasnya justru memberi kehidupan di Bumi, menyejahterakan berbagai makhluk hidup, memberikan kehangatan serta energi yang digunakan tanaman untuk membentuk banyak rantai makanan, dan mengalirkan sumber daya.
(dib/fef)https://ift.tt/2JKiySs
November 04, 2019 at 02:09PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2JKiySs
via IFTTT
No comments:
Post a Comment