Apabila rupiah menguat, maka harga yang harus dibayar oleh emiten farmasi untuk mendapatkan bahan baku akan semakin murah. Begitu juga sebaliknya, dana yang harus dikucurkan perusahaan farmasi semakin melambung jika rupiah terkapar.
RTI Infokom mencatat sepanjang pekan lalu rupiah bergerak dalam rentang Rp14.200-Rp14.300 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka itu semakin menguat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, di mana rupiah sempat bertengger di area Rp15 ribu per dolar AS.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan pelaku pasar bisa mengoleksi saham emiten farmasi di tengah kondisi seperti ini. Emiten farmasi yang berpotensi memberikan cuan, yakni PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF).
"Farmasi diuntungkan karena mereka kan impor ya. Fundamental emiten (farmasi) itu juga masih cukup bagus," tutur Hans kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/12).
Kebetulan, kedua saham ini kompak melemah pada akhir pekan lalu, Jumat (30/11). Walhasil, pelaku pasar bisa membeli saham keduanya di posisi yang lebih murah dari sebelumnya.
Terpantau, harga saham Kalbe Farma terkoreksi 0,65 persen atau 10 poin ke level Rp1.525 per saham. Sementara, pelemahan saham Kimia Farma lebih terjal mencapai 1,96 persen atau 50 poin menjadi Rp2.500 per saham.
Dari sisi laporan keuangan, dua emiten dengan nilai kapitalisasi besar di sektor farmasi ini sama-sama membukukan pertumbuhan laba bersih pada kuartal III 2018.
Mengutip laporan keuangan perusahaan masing-masing, Kalbe Farma meraup keuntungan sebesar Rp1,8 triliun sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Pencapaian tersebut naik 1,69 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,77 triliun.
Kimia Farma bisa dikatakan lebih beruntung daripada Kalbe Farma. Sebab, laba bersih perusahaan baik 17,35 persen dari Rp191,96 miliar menjadi Rp225,28 miliar.
"Saham farmasi ini direkomendasikan khususnya untuk jangka panjang," ujar Hans.
Ilustrasi pergerakan saham. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
|
"Sebenarnya sentimen saja, karena saat rupiah kemarin Rp15 ribu per dolar AS juga saham emiten farmasi justru ada yang menguat," tutur Rovandi.
Ia pun menilai apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak berpengaruh signifikan terhadap penguatan saham Kalbe Farma dan Kimia Farma. "Karena untuk Desember sebenarnya yang mempengaruh lebih kencang itu window dressing," kata Rovandi.
Window dressing adalah strategi yang dilakukan oleh perusahaan manajer investasi untuk mempercantik tampilan portofolio. Artinya, perusahaan manajer investasi akan memborong saham yang menjadi bagian dari portofolionya agar harga saham itu bergerak naik.
"Jadi mungkin yang akan bergerak positif bisa juga saham LQ-45, karena kalau Desember yang menggerakkan saham bukan potensi laporan keuangan tapi window dressing," papar Rovandi.
Bila dilihat, Kalbe Farma masuk dalam daftar indeks LQ-45 untuk periode Agustus 2018-Januari 2019. Selain Kalbe Farma, contoh beberapa saham lainnya yang masuk dalam LQ-45, antara lain PT Astra International Tbk (ASII), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
"Pelemahan diperkirakan cukup terbatas ditopang oleh penguatan nilai tukar rupiah," ungkap Dennies melalui risetnya.
Meski diprediksi melemah, Dennies memprediksi pergerakan IHSG tak turun di bawah area 6.000. Menurutnya, IHSG akan bergerak dalam rentang support 6.015-6.035 dan resistance 6.096-6.137.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG menguat tipis 0,83 persen ke level 6.056 dari posisi pekan sebelumnya di level 6.006. Penguatan tipis itu mendorong nilai kapitalisasi pasar BEI sebesar 0,91 persen menjadi Rp6.858 triliun.
Hal yang sama terjadi di bursa global, khususnya bursa saham Wall Street. Tiga indeks utamanya menguat, yakni Dow Jones naik 0,79 persen, S&P500 naik 0,82 persen, dan Nasdaq Composite naik 0,79 persen. (agi)
https://ift.tt/2zDHJRP
December 03, 2018 at 04:24PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2zDHJRP
via IFTTT
No comments:
Post a Comment