Andreas Tambah dari Komnas Pendidikan mengatakan isu pertama yang patut disikapi oleh cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno adalah karakter peserta didik. Sejumlah kasus siswa berani menyerang guru atau staf di lingkungan sekolah banyak bermunculan setahun belakangan dan viral di media sosial.
Andreas menganggap fenomena tersebut cukup mengkhawatirkan. Ia menduga salah satu sebabnya adalah pemilu. Kontestasi politik ini menurutnya mendorong figur penting seperti tokoh masyarakat, politikus, pemuka agama, juga orang tua, menularkan contoh buruk yang mudah ditiru oleh anak-anak.
"Misalkan tokoh agama mengeluarkan kata kasar, kata jorok, mengajarkan melawan pihak lain, ini akan ditangkap anak dengan mudah dan menirunya. Juga politisi dengan mudahnya tanpa memikirkan dampak berkata buruk dan kasar kepada pihak lain," kata Andreas kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (13/3).
Pengamat pendidikan Doni Koesoema punya pendapat serupa soal lingkungan pendidikan yang kian terganggu oleh situasi sosial politik saat ini. Doni mengambil contoh benih paham intoleran dan ekstremis yang perlahan menyusup ke sekolah, dari sekolah menengah sampai pendidikan anak usia dini (PAUD).
Doni mengutip riset Setara Institute pada 2015 yang menemukan 7,6 persen pelajar di DKI Jakarta dan Bandung sepakat dengan paham dan sepak terjang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dari riset itu juga ditemukan bahwa 8,5 persen dari 864 responden pelajar sepakat mengganti Pancasila dengan agama tertentu sebagai dasar negara.
"Paham radikal itu sudah masuk tak hanya di perguruan tinggi tapi juga di SD, TK, dan PAUD," ucapnya.
Cawapres 01 Ma'ruf Amin. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
|
Guru honorer mendesak pemerintah mencabut Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 dan 37 Tahun 2018 yang mensyaratkan pegawai K2 dapat naik sebagai PNS harus berusia di bawah 35 tahun. Mereka juga menolak konsep pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Doni memandang polemik guru honorer ini tak bisa dipandang secara hitam-putih. Anggaran dan kualitas guru harus menjadi perhatian para kandidat bila serius ingin memenuhi tuntutan guru honorer di Indonesia yang menurutnya tidak mudah dilakukan.
"Guru honorer kan enggak bisa otomatis diangkat, sementara yang ada itu kualitasnya tidak begitu bagus. Kalau kita angkat semua, makin rusak pendidikan kita. Kalau misalnya diangkat, anggarannya dari mana," kata Doni.
Cawapres 02 Sandiaga Uno. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
|
Dengan program itu, pegawai yang berstatus P3K akan mendapatkan hak penerimaan pendapatan dan tunjangan yang sama dengan pegawai yang berstatus sebagai PNS. Hanya saja pegawai P3K tidak mendapatkan hak tunjangan hari tua.
"Salah satu upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan adalah dengan memberikan kesempatan bagi honorer guru ikut tes P3K. Teknisnya bisa langsung ke Menpan-RB," ucap Jokowi saat kunjungan kerja di Palembang, Sumatra Selatan, pada 25 November 2018 lalu.
Di pihak lain, cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno pernah berjanji hal serupa. Sandi mengklaim selama ini guru TK hingga guru sekolah menengah kurang mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah.
Kepada ratusan guru TK se-DKI Jakarta, Sandi bahkan berani berjanji guru yang punya utang akan lunas jika Prabowo-Sandi terpilih dalam Pilpres 2019, meskipun ia tak merinci strategi atau program apa yang akan pihaknya tempuh untuk mewujudkan janji itu.
"Insyaallah kalau Indonesia menang, kalau kita terus bersilaturahim rezeki bertambah, penghasilan kita meningkat, dan Insyaallah tahun 2019? Lunas utangnya. 2019 mau ganti presiden apa lunas utangnya? Yang mau dua-duanya angkat tangan? Kalau mau dua-duanya pilih nomor 02," kata Sandi pada Senin (11/3) lalu.
[Gambas:Video CNN] (sas/pmg)https://ift.tt/2HqKxXQ
March 17, 2019 at 09:12PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2HqKxXQ
via IFTTT
No comments:
Post a Comment