Koordinator Kontras Yati Andriyani mengatakan paparan tersebut penting karena kelompok minoritas tersebut kerap mengalami tindakan yang kurang mengenakkan di Indonesia. Para pasangan calon presiden dan wakil presiden diharapkan menjelaskan apa yang akan dilakukan jika terpilih dalam rangka memberikan pemenuhan HAM terhadap kelompok minoritas.
"Kami tidak ingin debat nanti hanya normatif dan retoris, bicara umum dan debat kusir. Makanya harus diuji dengan HAM yang kontekstual dan dibutuhkan publik," ucap Yati di kantor KontraS, Jakarta, Jumat (11/1).
Yati menjelaskan bahwa penyelesaian kasus HAM berat masa lalu masih belum tuntas. Termasuk kasus pelanggaran HAM terhadap eks anggota PKI yang belum diselesaikan Kejaksaan Agung.
Menurut Yati, hal itu mesti dipaparkan dalam debat. Apa yang akan dilakukan masing-masing pasangan calon. "Isu ini harus dijelaskan secara khusus untuk menguji komitmen kedua paslon. Persoalan ini seharusnya bisa dijawab," ucap Yati.
Yati juga melihat kalangan Ahmadiyah dan LGBT masih mengalami penindasan di sejumlah daerah. Pemenuhan HAM terhadap mereka masih diabaikan. Oleh karena itu, dia menganggap pasangan calon perlu memaparkan apa yang akan dilakukan jika terpilih.
"Sampai hari ini menjadi masalah siapapun presidennya," imbuh Yati.
Soal lain yang disoroti Yati yakni perihal penerapan hukuman mati. Yati menganggap capres dan cawapres harus menjabarkan pandangannya terkait hal itu. Apakah akan tetap menerapkan atau menghapuskan ketika hukuman itu sudah semakin ditinggalkan oleh banyak negara lain.
"Tapi RKUHP kita masih menempatkan hukuman mati sebagai salah satu model hukuman pidana. Lalu, praktik-praktik penyiksaan juga termasuk," kata Yati.
Yati menganggap reformasi di institusi keamanan juga perlu dipaparkan masing-masing calon presidnen dan wakilnya. Dia menganggap ada peristiwa-peristiwa yang relevan untuk dijadikan referensi.
Misalnya, ketika militer inisiatif menyita buku-buku berbau komunis. Menurutnya, itu bentuk militer belum tunduk terhadap otoritas sipil sepenuhnya. ""Padahal, itu sama sekali bukan wewenangnya. Ini menunjukkan reformasi keamanan belum bisa dijalankan di bawah otoritas sipil," katanya.
(bmw/agt)http://bit.ly/2smiO0Y
January 12, 2019 at 09:27AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2smiO0Y
via IFTTT
No comments:
Post a Comment