Pages

Monday, September 23, 2019

Laporan Perubahan Iklim PBB: 2019 Jadi Tahun Terpanas

Jakarta, CNN Indonesia -- Laporan perubahan cuaca dan pemanasan global PBB mengungkap 2019 menjadi tahun 'terpanas' dalam periode lima tahun terakhir. Laporan PBB tersebut menuliskan rata-rata suhu global pada 2015-2019 berada dalam jalur 'terpanas'.

Dikutip dari AFP, iklim periode ini diperkirakan naik 1,1 derajat Celcius di atas era pra-industri (1850-1900) dan 0,2 derajat Celcius lebih hangat sejak 2011-2015.

Empat tahun terakhir ini sudah menjadi terpanas sejak pencatatan iklim dan cuaca dimulai pada 1850.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan saat ini dunia semakin memiliki kesenjangan terkait perubahan iklim. Laporan terbaru merinci sejauh mana kesenjangan yang harus dilakukan dengan apa yang terjadi semakin melebar.

Alih-alih berkurang, karbon dioksida tumbuh dua persen pada 2018, mencapai rekor tertinggi 37 miliar ton. AFP menuliskan saat ini belum ada tanda untuk mencapai 'emisi puncak', yakni titik di mana level emisi karbon akan mulai turun.

Perjanjian Paris 2015 mencatat negara-negara yang menetapkan target nasional agar mengurangi emisi agar membatasi kenaikan suhu jangka panjang di bawah dua derajat celcius atau idealnya 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri.

Perjanjian tersebut menjadi tolak ukur yang akan membatasi dan mengatasi dampak pemanasan pada sistem cuaca dunia. Namun, laporan ini menuliskan, jika semua negara telah memenuhi tujuan pengurangan emisi, dunia tetap akan 'menghangat'.

Laporan menuliskan dunia akan menghangat sekitar 2,9 derajat Celcius hingga 3,4 derajat Celcius. Dengan prediksi yang melonjak lebih dari dua kali lipat, 'ambisi' para negara harus meningkat pula untuk memenuhi tujuan pengurangan emisi gas karbon.

Profesor dan Ketua Manajemen Karbon Universitas Edinburgh Dave Reay mengungkap prediksi kenaikan suhu derajat bumi bak limit kartu kredit.

"Kredit karbon global kami sudah maksimal," tambahnya. "Jika emisi tidak mulai turun, akan ada neraka untuk dibayar."

Gelombang Panas Mematikan

Pada 2018, karbon dioksida global adalah 407,8 bagian per juta (ppm), 2,2 ppm lebih tinggi dari 2017 dan ditetapkan untuk mencapai atau melebihi 410 ppm pada 2019.

"Terakhir kali atmosfer Bumi mengandung 400 bagian per juta CO 2 adalah sekitar 3-5 juta tahun yang lalu," kata laporan itu.

Pada saat itu, suhu permukaan rata-rata global dua hingga tiga derajat Celcius lebih hangat, lapisan es di kedua kutub telah mencair, dan lautan 10 hingga 20 meter lebih tinggi.

Beberapa kejadian besar lainnya mencakup tingkat es laut musim panas Artik telah menurun pada tingkat 12 persen per dekade selama 40 tahun terakhir, dengan empat nilai terendah antara 2015 dan 2019.

Secara keseluruhan, jumlah es yang hilang dari lapisan es Antartika meningkat enam kali lipat setiap tahun antara 1979 dan 2017. Sementara itu, hilangnya gletser untuk 2015-2019 juga merupakan yang tertinggi dalam periode lima tahun.

Kenaikan permukaan laut juga mempercepat proses pengasaman.

Laporan PBB pun menemukan bahwa gelombang panas adalah bahaya cuaca paling mematikan pada periode 2015-2019, yang mempengaruhi semua benua dan membuat rekor suhu nasional baru.

Musim panas 2019, yang termasuk bulan terpanas yang pernah tercatat. Pada Juli lalu terjadi kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Kutub Utara.

[Gambas:Video CNN] (age)

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2mj6EpK
September 24, 2019 at 02:02PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2mj6EpK
via IFTTT

No comments:

Post a Comment