Hal itu ia katakan untuk merespon pernyataan aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar yang menyebut Jokowi tak pernah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM selama menjabat. Ia menyatakan presiden yang terpilih dari Pemilu 2014 silam itu tetap memerhatikan proses penyelesaian kasus HAM masa lalu yang masih terbengkalai hingga saat ini.
"Saya rasa tidak benar [ditelantarkan]. Tidak membiarkan itu [terlantar]. Itu masih dalam radar perhatian presiden," kata Jaleswari saat ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (15/1).
Lebih lanjut, Jaleswari menyatakan komitmen Jokowi untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu pun tak sekadar manis di ucapan. Ia menyatakan komitmen itu sudah ditunjukkannya dengan mengundang para korban untuk hadir ke Istana dan turut dibahas pada rapat-rapat terbatas kabinet.
"Itu bukan hanya diucapkan presiden dalam rapat-rapat terbatas kabinet, presiden juga sudah mengundang korban, dialog. Upaya itu sebetulnya sudah ada," kata Jaleswari.
Tak hanya itu, Jaleswari turut membeberkan untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu tak semudah yang dibayangkan. Ia menilai salah satu kerumitan dalam proses hukum menjadi kesulitan tersendiri bagi pemerintah dalam menangani persoalan tersebut.
"Karena ini berkaitan dengan alat bukti dan lain-lain, kerumitan-kerumitan dalam proses hukum itu lah yang terhambat, harus ada kriteria yang memenuhi kaidah yang ditentukan oleh yudisial," kata dia.
"Tapi presiden klir bahwa ini sedang diselesaikan. Proses sedang berjalan. KSP kan jadi bagian yang terlibat dalam monev," tambahnya.
Sebelumnya Haris Azhar menyebut kedua calon presiden, Prabowo Subianto dan Joko Widodo, sama-sama memikul beban kasus pelanggaran HAM.
"Prabowo adalah pelanggar HAM tahun 1997-1998. Prabowo melanggar HAM bersama Wiranto dan Hendropriyono, orang-orang yang ada di lingkaran Jokowi. Dan di sisi lain Jokowi selaku kepala negara tidak pernah menyelesaikan kasus itu," kata Haris di kantor MMD Initiative, Jakarta, Senin (14/1).
Tak hanya itu, Haris juga menyebut di era kepemimpinan Jokowi saat ini banyak kasus pelanggaran HAM, termasuk kriminalisasi ratusan petani yang mengatasnamakan proyek infrastruktur, hingga penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
"Selama empat tahun ini juga banyak pelanggaran HAM yang terjadi, baik dari kasus hukum maupun pelanggaran terhadap kalangan petani dan masyarakat adat," kata Haris.
Dia bahkan menduga debat capres nanti, kedua pasangan akan saling menjaga perkataannya soal HAM.
"Dalam debat nanti kedua pasangan akan canggung bicara HAM. Seperti main kartu, kalau satu buka kartu ngegas, maka yang lain akan lebih ngegas lagi," katanya.
Sementara itu, dalam debat perdana Pilpres pada 17 Januari mendatang disepakati tak ada pembahasan kasus, termasuk soal pelanggaran HAM.
Kepala Bidang Advokasi KontraS, Putri Kanesia menyebut kesepakatan itu sebuah kemunduran. Sebab, menurutnya, debat merupakan ruang yang cukup penting dalam mengukur akuntabilitas peserta pilpres, khususnya terkait pelanggaran kasus HAM.
"Kalau banyak aturan kayak gini, saya melihat debat capres ini seremonial saja, mungkin lebih cocok disebut sebagai malam keakraban," kata Putri saat dihubungi via telepon, Kamis (10/1).
Dihubungi pada waktu terpisah, Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Wawan korban Tragedi Semanggi I, menyatakan hilangnya materi kasus pelanggaran HAM berat pada debat nanti mempertebal keyakinannya bahwa Joko Widodo pelindung pelanggar HAM berat dan Prabowo Subianto adalah pelanggar HAM.
"Saya kecewa. Kecewa ini bukan untuk pribadi saya, tapi kecewa atas nama rakyat Indonesia," tegas Sumarsih.
Kendati demikian, Sumarsih tetap akan menonton debat capres nanti. Hal itu tetap ia lakukan untuk mencari komitmen para calon penguasa melindungi warga negara.
(rzr/kid)http://bit.ly/2VXPQ5p
January 16, 2019 at 07:50AM from CNN Indonesia http://bit.ly/2VXPQ5p
via IFTTT
No comments:
Post a Comment