Luhut mengatakan, produksi baterai ditawarkan sebagai hidangan utama investasi ke China mengingat sektor tersebut adalah keunggulan Indonesia ketimbang negara lain di Asia Tenggara. Ini lantaran 80 persen material baterai lithium terdapat di Indonesia.
Apalagi sebenarnya, sudah banyak minat investasi baterai lithium dari China yang masuk ke Indonesia. Investasi tersebut khususnya mengalir ke kawasan industri Morowali, Sulawesi Selatan.
"Tanpa disadari, sudah ada lebih dari 11 perusahaan yang masuk di sana karena mereka ada barangnya di luar, relokasi ke kita," ujar Luhut di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (9/9).
Ia menyebut, salah satu investasi baterai lithium bernilai jumbo yang tengah dipantau pemerintah adalah pabrik senilai US$4 miliar, atau setara US$56 triliun di Morowali. Investasi itu diboyong oleh perusahaan asal China bernama Contemporary Amperex Technology (CATL) yang bekerja sama dengan LG, Mercedes-Benz, dan Volkswagen.Proyek tersebut sudah melakukan peletakan batu pertama dan akan merealisasikan investasi tahap pertama sebesar US$1 miliar atau Rp14 triliun terlebih dulu.
"Kenapa dia (konsorsium tersebut) mau bikin di kita (Indonesia)? Karena material baterai lithium ada di Indonesia. Itu nanti gabungan antara Mercedes, Volkwagen, ia masuk ke sini," terangnya.
Berkaca pada hal tersebut, pemerintah seharusnya fokus menawarkan sektor industri unggulan ke China daripada terus berpolemik mengenai gagalnya Indonesia menarik minat 33 perusahaan yang relokasi dari China gara-gara terlibat perang dagang dengan Amerika Serikat.
Lagipula menurutnya, Indonesia sejatinya masih kecipratan investasi China meski tiada perusahaan yang memilih Indonesia setelah hengkang dari China. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi asal negara bambu itu sebesar US$2,28 miliar sepanjang semester I 2019, atau meningkat 70,15 persen dibanding tahun sebelumnya US$1,34 miliar.
Meski demikian, ia menilai pernyataan Presiden Joko Widodo ada benarnya. Sangsinya perusahaan China pindah ke Indonesia memang diakuinya disebabkan oleh perizinan yang berbelit-belit. Makanya, pemerintah berjanji untuk memotong segala regulasi yang menghambat investasi."Makanya sekarang oleh presiden, itu mau dipotong semua, kita (Indonesia) tiru Vietnam, Thailand, Singapura, Malaysia, itu saja benchmark kita," ungkap Luhut
Sebelumnya, Jokowi mengeluh karena Indonesia tidak berhasil menggaet perusahaan-perusahaan yang hengkang dari China. Padahal, menurut data Bank Dunia, ada 33 perusahaan yang keluar dari China sekitar dua bulan terakhir.
Dari 33 perusahaan itu, sebanyak 23 perusahaan memilih pindah ke Vietnam dan mendirikan bisnis di sana. Sisanya, 10 perusahaan pindah ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand.
"Tidak ada yang ke Indonesia, tolong ini digarisbawahi. Hati-hati, berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan," tuturnya.Menurutnya, perusahaan yang keluar dari China tidak memilih Indonesia karena perizinan yang rumit. Padahal, negara-negara tetangga hanya menawarkan waktu dua bulan untuk mengurus perpindahan izin.
Begitu pula dengan 73 perusahaan yang keluar dari Jepang. Ia mengatakan sebanyak 43 perusahaan lari ke Vietnam, 11 perusahaan ke Thailand dan Filipina, sisanya hanya 10 perusahaan yang ke Indonesia.
[Gambas:Video CNN] (uli/glh)
https://ift.tt/2ZOlHL7
September 10, 2019 at 01:58PM from CNN Indonesia https://ift.tt/2ZOlHL7
via IFTTT
No comments:
Post a Comment